Kamis, 28 November 2013

ASPEK ONTOLOGI PENDIDIKAN

Seperti kita ketahui filsafat mempunyai andil yang sangat besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, segala ilmu pengetahuan lahir dari rahim filsafat. Bisa dikatakan bahwa filsafat adalah induk segala ilmu pengetahuan. Pada fase awalnya filsafat hanya melahirkan dua ilmu pengetahuan, yakni ilmu alam (Natural Philosophy) dan ilmu sosial (Moral Philosophy) maka dewasa ini terdapat lebih dari 650 cabang keilmuan (Suriasumantri, 2005:92). Hal ini, menurut Ibnu Khaldun disebabkan oleh berkembangnya kebudayaan dan peradaban manusia
Dalam abad ke 18 dengan bermunculannya negara-negara maju dibelahan dunia, muncul cabang ilmu pengetahuan baru yakni manajemen, yang semula masih segan diakui sebagai ilmu pengetahuan. Hal ini bukanlah suatu yang baru. Ilmu kemasyarakatan (yang sejak semula dinamakan sosiologi) harus memperjuangkan kedudukannya untuk menjadi ilmu pengetahuan disamping ilmu-ilmu pengetahuan yang lain. Demikian pula halnya ilmu ”manajemen” yang menjadi bahan perbincangan kita sekarang. Barulah pada masa Taylor dan Fuyol, seiring dengan tumbuhnya negara-negara industri ilmu manajemen itu mulai dianggap sebagai ilmu. Kelahiran ilmu manajemen kemudian diadopsi oleh dunia pendidikan yang kemudian disintesiskan menjadi menajemen pendidikan.
Menurut Suriasumantri (2005:35), Setiap pembahasan tentang gejala atau objek sesuatu ilmu pengetahuan (manajemen pendidikan), paling sedikit kita pertanyakan (1) apa hakikat gejala/objek itu (landasan ontologis), (2) bagaimana cara mendapatkan atau penggarapan gejala/objek itu (landasan epistemologis), (3) apa manfaat gejala/objek itu (landasan aksiologis).
 Salah satu aspek yang berperan penting dalam filsafat tersebut adalah aspek ontologi. Ontologi pendidikan yang senantiasa mangaitkan pendidikan dengan hakekat keberadaan manusia, menyimpulkan bahwa tanpa manusia pendidikan itu bukan apa-apa (nothingness), sebaliknya, tanpa pendidikan mustahil manusia mampu mempertahankan kelangsungan dan mengembangkan kehidupannya.
Ontologi pendidikan dibahas sesuai dengan tiga tingkatan hakekat manusia yaitu tingkat abstrak, tingkat potensi, dan tingkat konkret. Pada tingkat abstrak pendidikan bernilai universal, mutlak bagi manusia, berupa suatu sistem bimbingan yang berkesinambungan untuk menumbuhkembangkan potensi atau bakat kodrat manusia yang mengarah pada kecerdasan spiritual. Sedangkan pada tingkat potensi pendidikan adalah suatu daya yang mampu membuat manusia berada dalam kepribadian sebagai manusia, bukan mahluk lainnya. Yaitu sebagai mahluk kreatif yang selalu mencipta segala macam jenis kerangka model perubahan yang berguna bagi kelangsungan dan perkembangan hidupnya. Dengan demikian pendidikan cenderung menumbuhkembangkan kecerdasan intelegensi melalui penyelenggaraan pendidikan sekolah. Selanjutnya pada tingkat konkret, pendidikan terkait secara langsung dengan manusia individual. Berdasarkan kecerdasan spiritual dan kecerdasan intelektual, hakekat konkret pendidikan menekankan padakecerdasan emosional, yaitu kemampuan individu dalam mengendalikan prilakunya agar senantiasa sesuai dengan nilai asal mula dan tujuan kehidupan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar